Semua postingan di blog ini merupakan draft pertama. Kamu tidak akan pernah menemukan final draft di blog ini. Jadi maaf bila masih banyak terdapat kesalahan di dalam penulisannya. Ketahui Lebih Lanjut

Table of Content

Jalan Mengenal Allah Sang Rabbul 'Alamin (Tuhan Semesta Alam)

11 min read
Jalan Mengenal Allah Sang Rabbul 'Alamin (Tuhan Semesta Alam)

Perjalananku untuk mengenal Islam cukup membingungkan. Aku pikir karena aku sudah Muslim dari lahir, mengenal agama ini akan sangat mudah untukku.

Ya, sama seperti orang yang sudah kaya sejak lahir. Baginya tidak ada yang sulit untuk mendapatkan sesuatu. Ingin ini-itu bisa langsung dibelikan oleh orang tuanya.

Akan tetapi berbeda denganku yang sejak lahir sudah Muslim. Apakah ketika saya menginginkan sesuatu dalam agama ini (baca: bertanya sesuatu tentang agama ini) langsung dijawab?

Mungkin bisa dijawab. Tapi aku tidak bisa berharap banyak dengan jawaban mereka. Itu sama seperti anak miskin minta dibelikan mainan mobil remote.

Perjalananku dalam mengenal Islam sebagai Muslim yang cukup sulit ini menjadikanku banyak bertanya dan berpikir. Bukan tentang aku siapa, mengapa diciptakan dan lainnya.

Tapi pertanyaanku lebih ke … Kenapa aku harus patuh dengan semua peraturan (perintah dan larangan) yang sebegitu banyak dan ngejelimet ini. Kenapa? Kenapa aku harus terikat janji?

Suatu ketika aku pernah membayangkan diriku ditanya oleh seseorang; lebih tepatnya seorang perempuan yang belum menggunakan hijab sampai sekarang.

Dia bertanya, “Bagaimana caraku bisa taat kepada-Nya. Aku ingin taat sebagaimana orang-orang disini. Aku sudah lama ingin menggunakan hijab, tapi belum bisa sampai saat ini?”

Ya, ukhti. Jawabku. Patuh atau tidaknya seseorang, itu bergantung pada sejauh mana kita mengenal sosok yang memberikan perintah. Contoh simpelnya saja.

Ada laki-laki yang sedang duduk disana. Kamu tidak mengenal dia siapa, tapi dia menyuruhmu untuk membeli sesuatu di toko seberang. Apakah kamu akan patu? Tanyaku padanya.

Dia menjawab, “Tentu saja aku tidak akan patuh?” Kenapa? potongku. “Enak aja, main suruh-suruh, kenal aja nggak?” Jelasnya. Aku pun tersenyum mendengar jawabannya.

Kemudian aku balik bertanya, Kamu datang kesini dengan siapa? Dengan kakak, kah? Dengan ayah, kah? Atau dengan orang lain yang kamu percaya dengan?

“Dengan ayah.” Singkatnya. Baik. Jawabku. Sekarang aku mau bertanya, Bagaimana jika yang menyuruh ke toko seberang adalah ayahmu sendiri? Apakah kamu mau menurutinya?

“Tentu saja aku akan menuruti perintahnya. Dia adalah ayahku, dia sudah sangat baik mendidikku. Selain itu, setiap anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya.” Jawabnya dengan tegas.

Mendengar jawabannya, aku tersenyum untuk kedua kalinya. Dia sebenarnya ingin menjadi orang baik, tapi dia belum tau bagaimana caranya. Jadi, aku jelaskan padanya.

Ya, ukhti. Terkadang untuk taat, kita tidak bisa hanya meyakini siapa Tuhan kita dan siapa Nabi kita. Tapi kita juga perlu untuk mengenal siapa Tuhan kita dan siapa Nabi kita.

Seharusnya, keyakinan itu datang setelah kita mengenal. Dan begitulah kepercayaan. Bukankah kita lebih mudah percaya kepada orang yang kita kenal?

Bukankah kamu lebih mau disuruh dengan orang yang kamu kenal dibanding dengan orang asing seperti jawabanmu ketika aku tanya pergi ke toko seberang?

Bukankah kamu lebih mudah bergerak dan patuh untuk ke toko seberang ketika ayahmu yang meminta? Kenapa bisa begitu? Karena kamu sudah sangat dekat dengan ayahmu.

Dan aku sangat yakin, kamu akan sangat mudah patuh dan taat kepada Allah kalau kamu dekat dengannya. Dan untuk itu, kamu perlu mengenal siapa Allah yang sebenarnya.

Setidaknya ada tiga jalan yang aku ketahui tentang cara mengenal Allah. Pertama, Sifat-Nya; Kedua, Ciptaan-Nya; Dan yang ketiga, Tanda-Tanda Kebesaran-Nya.

Mengenal Allah Melalui Sifat-Nya

Jalan yang pertama, mengenal Allah melalui sifat-Nya. Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama. Dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah diriwayatkan Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya akan masuk surga.”

(HR. Bukhari: 2736)

Kita sangat-sangat bisa mengawali perjalanan sebagai Muslim dengan mengenal Allah Subhanahu Wata’ala melalui namanya yang memberikan gambaran tentang sifat Allah.

Ketika kita menyebut Allah dengan Ar-Rahman, misalnya. Jika nama itu kita pelajari dan dalami sudah cukup menggambarkan bahwa Allah itu Maha Mengasihi kepada setiap makhluk-Nya.

Bukankah kita adalah hamba yang suka berbuat dzalim. Kita suka berbuat dosa, tapi ketika kita berbuat dosa, kenapa Allah tetap memberikan rezeki kepada kita.

Sampai saat ini, kita masih diberikan nafas sebagaimana orang disekitar kita bisa bernafas. Kita masih diberikan rezeki berupa penglihatan untuk dapat menikmati indahnya dunia.

Bahkan diluar sana ada banyak orang yang menyekutukan Allah. Dan tidak sedikit diantaranya menjelek-jelekkan Allah dengan berbagai tuduhan yang mereka lempar.

Namun, apakah itu menjadikan Allah tidak lagi mengasihi makhluk ciptaan-Nya? Sekali-kali tidak. Allah tetap mengasihi mereka rezeki dan menjaga mereka tetap hidup.

Setelah segala kebaikan yang Allah lakukan kepada kita, apakah kita benar-benar tidak bisa bersyukur? Tetap hidup ketika berbuat dosa, apakah itu bukan termasuk kebaikan?

Allah Maha Pengasih. Dan sungguh Allah mengasihi setiap makhluk ciptaan-Nya. Allah masih memberikan kesempatan ketika kita mengecewakan-Nya dengan berbuat dosa.

Saking Maha Pengasihnya Allah kepada setiap makhluk-Nya, Allah tidak mau ada satu makhluk-Nya yang dizalimi, baik dari kalangan manusia yang tidak beriman kepada-Nya.

Suatu ketika Nabi Ibrahim pernah bertanya kepada tamunya yang merupakan seorang majusi (penyembah api):

“Kamu mau makan apa?" Tanya Nabi Ibrahim.

“Semua makanan yang kamu inginkan akan aku siapkan hari ini juga. Tapi dengan syarat: kamu ikuti aku, bersyahadat dan menyembah Allah Subhanahu Wata’ala.”

Orang majusi tersebut terdiam sejenak memikirkan perkataan Nabi Ibrahim. Mengira bahwa orang itu akan menerima tawaran Nabi Ibrahim, dia malah diam dan pergi meninggalkannya.

Allah tentu tahu apa yang terjadi tentang obrolan seorang majusi dengan Nabi-Nya, yaitu Ibrahim Alaihissalam. Lantas, Allah pun menegur Nabi Ibrahim dengan penuh hikmah.

“Wahai Ibrahim!” Sapa Allah ke Nabi-Nya.

“Ketahuilah, tamu yang datang ke rumahmu itu usianya sudah 50 tahun, dan selama itu pula Aku memberinya makan tanpa pernah Aku ajukan syarat sedikitpun kepadanya.”

“Kenapa kamu mengajukan syarat kepadanya wahai Ibrahim?” Tanya Allah.

Mendengar teguran Allah, seketika Nabi Ibrahim bertaubat memohon ampunan Rabbnya. Lalu ia keluar mencari orang tersebut dan memberikannya makan tanpa syarat apapun.

Lihatlah! Bagaimana Rabbmu Maha Pemurah, Ia yang memberi, tanpa pernah meminta. Ia yang mengasihi setiap makhluk-Nya, meski ada yang tidak menyembah-Nya.

Tidakkah kita melihat diri kita sendiri yang senantiasa berbuat dosa kepada-Nya, tapi Dia, Rabbul ‘Alamin, tidak pernah mengurangi rezeki yang telah Ia tetapkan untuk hamba-Nya.

Allah tidak mengurangi rezeki hamba-Nya, meski hamba itu berbuat dosa kepada-Nya. Masalah kamu berbuat dosa, Allah telah siapkan ampunan-Nya untukmu.

Kenapa engkau tidak datang kepada-Nya untuk memohon ampunan-Nya?

Demi Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi (kedudukannya). Ia pasti akan memberikan ampunan kepada setiap jiwa yang meminta dan memohon kepada-Nya.

Tidak seperti teman, kerabat atau bos tempatmu bekerja yang bila kamu berbuat salah, mereka marah padamu dan sangat sulit untuk memberi maaf, meski kamu telah meminta maaf.

Mengenal Allah Melalui Ciptaan-Nya

Saya yakin, kita semua pasti pernah melakukan suatu kesalahan yang dengan kesalahan itu kita membuat hati seseorang kecewa, kesal, bahkan sampai marah.

Jika kita berada diposisi orang yang dibuat kecewa, kesal, marah. Maka, sangat sulit hati kita untuk menerimanya dan sulit juga bagi kita untuk memaafkannya.

Bahkan ketika memaafkan seseorang, sulit rasanya untuk mengembalikan perasaan kita ke posisi semula, dimana kita belum dibikin kecewa, kesal ataupun marah.

Bukankah seperti itu yang sering kita dengarkan dari lisan orang-orang bijak?

“Kaca yang pecah tidak akan pernah utuh kembali. Hati yang terluka tidak akan pernah terobati.”

Memaafkan kesalahan seseorang bukan obat dari hati yang terluka. “Memaafkan” adalah kondisi dimana kita berusaha menerima seseorang dengan sisa-sisa goresan luka yang ada.

Akan tetapi berbeda dengan Allah. Allah tidaklah sama; sama sekali tidak sama dengan ciptaan-Nya. Allah tidak pernah menjanjikan maaf, tapi Ia menjanjikan ampunan.

Apa artinya itu? Artinya, ketika kamu berbuat suatu dosa, Allah akan langsung menutup dosa itu. Tidak peduli seberapa banyak dosa yang pernah kamu perbuat.

Dan ketika kamu meminta ampunan-Nya. Allah akan sangat gembira melihatmu kembali ke jalan yang benar. Dan Allah akan menghapus semua dosa yang pernah kamu perbuat.

Dan hanya Allah yang bisa melakukan itu. Maka kepada siapa kamu akan memohon ampunan selain dari-Nya yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?

Allah itu Maha Penyayang. Melebihi dari kasih sayang manusia kepada sesama. Jika manusia bisa saling menyayangi, maka Allah lebih bisa lagi dalam hal menyayangi.

Rasulullah ﷺ kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.

Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya. Lalu, Rasulullah ﷺ bertanya kepada kami,

“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-Nya sekalian melebihi dari kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Cobalah perhatikan sekelilingmu!

Jika kamu melihat ada manusia yang tidak bisa memaafkan, maka Allah tidaklah sama dengan ciptaan-Nya. Ia bisa untuk mengampuni semua dosa hamba-hamba-Nya.

Jika kamu melihat ada manusia yang sangat-sangat baik, maka Allah tidaklah sama dengan ciptaan-Nya. Ia lebih baik kepada hamba-hamba-Nya meski ada yang tidak menyembah-Nya.

Jika kamu melihat tidak ada pertolongan dari manusia, maka Allah tidaklah sama dengan ciptaan-Nya. Pertolongan Allah sangatlah dekat denganmu. Ia Maha Pemberi Pertolongan.

Jalan mengenal Allah melalui ciptaan-Nya ialah melihat apa yang dilakukan oleh mereka (manusia), lalu kata kuncinya adalah ‘Allah tidaklah sama dengan ciptaan-Nya’.

Kapanpun kamu melihat orang berbuat baik kepadamu. Sungguh, Allah lebih baik dengan segala karunia-Nya yang telah Ia berikan kepadamu.

Mengenal Allah Melalui Tanda-Tanda Kebesaran-Nya

Mengenal Allah melalui Tanda-Tanda Kebesaran-Nya sedikit sulit, terlebih kita tidak peka terhadap hal-hal yang berada di sekitar kita. Contoh besarnya saja, yaitu langit.

Bagi orang-orang yang tidak peka akan menganggap langit, ya, langit; berwarna biru yang dihiasi bintang-bintang ketika malam tiba. Tidak lebih dari itu.

Tapi bagi seseorang yang peka dengan tanda-tanda kebesaran Allah, dia akan sangat jeli dan berpikir panjang untuk dapat mengambil hikmah dari penciptaan langit.

Seseorang yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya ketika melihat tanda-tanda kebesaran Allah akan bertambah iman semakin kuat dari yang sebelumnya.

Dan beberapa orang yang belum beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang menyadari tanda-tanda kebesaran Allah, maka dia akan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Seperti kisah salah seorang profesor, yaitu Keith L. Moore yang masuk Islam setelah melihat ayat tentang penciptaan manusia. Prof. Keith L. Moore menyadari tanda-tanda kebesaran Allah.

Berawal dari sekedar menghadiri sebuah acara di Arab Saudi. Lalu bertemu dengan seseorang yang menceritakan padanya sebuah ayat tentang penciptaan manusia.

Ketika ia mendengarkan ayat dan tafsir dari orang tersebut. Ia menyadari bahwa isi ayat itu sama dengan fakta ilmiah yang ia temukan akhir-akhir ini.

Tapi yang dia tidak sadari adalah, ayat Al-Qur’an tersebut telah lama turun, bahkan sebelum dirinya lahir di muka bumi, belum ada alat medis yang canggih dan ilmu medis belum sempurna.

Profesor Keith L. Moore menyadari bahwa tidak mungkin ada manusia yang bisa mengarang hal seperti itu. Ia beranggapan, bahwa ayat ini pasti bukan Muhammad yang mengarangnya.

Ia belum percaya, lalu dia melanjutkan penelitiannya hingga menemukan sebuah fakta yang sesuai dengan Al-Quran. Pada akhirnya dia kagum dengan isi Al-Quran dan dia masuk Islam.

Ada banyak kisah yang serupa tapi tak sama, yaitu mereka yang peka dengan tanda-tanda kebesaran Allah, lalu mereka menyadari bahwa Allah adalah Rabbul ‘Alamin.

Aku berusaha mengambil jalan (3 jalan) ini. Berharap bisa mengenal Allah dan bisa memperkenalkan-Nya kepada manusia tentang sifat, ciptaan dan tanda-tanda kebesaran-Nya.

Dan inilah perjalananku dalam mengenal Allah, Sang Rabbul ‘Alamin (Tuhan Semesta Alam).

Teman Kamu Belajar, Bertumbuh Serta Bermanfaat.

Support TKB Via GoPay

You may like these posts

Post a Comment

Personal Blog

Abu Sa'ad

Don't Protest; Enjoy The Process; Create Progress!